Prestasi Orang RAKHA

Posted by


PRESTASI ORANG RAKHA DI TINGKAT INTERNASIONAL
===================================
Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai merupakan salah satu pondok pesantren tertua di Kalimantan, serta terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia.

Pondok yang mengajarkan faham Ahlus Sunnah Wal Jamaah, dan membumikan islam yang rahmatan lil alamin ini memiliki visi mewujudkan kader-kader intelektual muslim Indonesia yang mempunyai imtaq, iptek, pembentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, mampu menghadapi tantangan zaman, serta membawa umat kepada kesejahteraan, kebahagiaan dunia dan akhirat.

Alhamdulillah, dalam berjalannya waktu, pesantren ini telah banyak melahirkan ulama yang terpencar di berbagai daerah, muballigh, ustadz, profesor, pengusaha, dokter, perawat, teknokrat, polisi, hakim, advokat, pejabat, juga melahirkan politisi-politisi ulung, seniman dan budawayan serta pendidik yang cakap di bidangnya.

Kiprah dan prestasinya juga demikian, dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, nasional, maupun internasional. Berikut di antara urang Rakha yang berkiprah di dunia internasional.

1. SYEKH ABDURRASYID BIN RAMLI AL-AZHARI

Tuan Guru KH. Abdurrasyid (1884-1934) Muassis Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai, adalah orang Kalimantan pertama yang menyapa negeri para Nabi dan menimba ilmu di Universitas Al-Azhar Mesir pada tahun 1908.

Di samping menuntut ilmu, Tuan Guru Haji Abdurrasyid bekerja di sebuah restoran di kota Kairo sebagai distributor roti kepada pelanggan dan juga bekerja pada penerbit di Mesir sebagai pentashih beberapa kitab Bahasa Arab Melayu, di antara kitab yang beliau tashih adalah kitab Sirajul Huda karangan Muhammad Badawi al-Sumbawi dan terjemah kitab Hikam.

Saat pulang ke Indonesia mengantongi Syahadah Alamiyah lil ghuraba. Beliau membuka pengajian agama sistem hilqah di rumah mertuanya pada Kamis, 12 Rabi’ul Awwal 1341 H/2 November 1922 M; dari sinilah cikal bakal Sekolah Arab (Arabische School). Di lingkungan pesantren, sosok yang mahir berbahasa Arab dan Belanda ini akrab disapa Muallim Wahid yang berarti Guru Utama.

Beliau menulis beberapa karya tulis berbahasa Arab dan Melayu. Yang paling fenomenal adalah “Kitab Parukunan Basar”, kitab fiqh mazhab Syafi’i, yang banyak digunakan dan dijadikan kurikulum di beberapa lembaga pendidikan di Asia Tenggara. Diterbitkan oleh penerbit Musthafa al-Baby al-Halaby wa Awladuh, Kairo – Mesir.

Karya-karya beliau banyak memuat dalil naqli dan aqli, juga referensi pada kitab mu’tabar, seperti: Bughyah, Fathul Wahhab, Bahjah, Hasyiyah Bahjah, Tuhfah, Hasyiyah Tuhfah, Muhadzab Imam Nawawi, I’anatuth Thalibin, al-Iqna’, Sabilal Muhtadin, Kasyifatus Saja, Ihya Ulumiddin, Mukhtashar Ihya Ulumiddin, Hasyiyah Ihya Ulumiddin, Nuzhatun Nadlirin, al-Umm, Minhaj Ibnu Hajar, Raudhah Imam Nawawi, al-Hawy, Fathul Aziz, Fathul Mu’in Nawawi Banten, Dalilul Musafir, Maraqil Ubudiyah Nawawi Banten, Taftazani, Kifayatul ‘Awam, Fatawa Haditsiyyah, dan kitab-kitab lainnya.

Ketika isteri beliau mendesak agar membangun rumah karena anak-anak sudah mulai dewasa, beliau menjawab: "sekolahan kita adalah rumah kita dan santrinya adalah anak-anak kita".

Dari rumahnya yang semula bernama Arabische School itu telah lahir anak-anak bangsa yang tumbuh menjadi pemuka Islam, tersebar di Kalimantan sampai ke Jawa, Sumatera dan daerah-daerah lainnya di Nusantara, juga di mancanegara.

Beliau berpulang ke rahmatullah pada Ahad 4 Februari 1934 H / 19 Syawal 1353 H jam 3.30 sore dalam usia 50 tahun, disholatkan ribuan jamaah, dan dimakamkan di samping halaman rumahnya di Desa Pakapuran Amuntai pada Senin Sore, 5 Februari 1934 / 20 Syawal 1353 H.

2. SYEKH MUHAMMAD CHALID BIN ABDURRAHMAN

Syekh Muhammad Chalid bin Abdurrahman Ulama besar sunni asal Tangga Ulin Amuntai ini pernah mengajar di masjid termulia di dunia Masjidil Haram selama 12 tahun. Syekh Chalid banyak mempunyai murid, terutama mereka yang berasal dari Asia Tenggara.

Salah seorang muridnya adalah Syekh Abdurrasyid. Hal ini terjadi sewaktu Syekh Abdurrasyid berangkat dari Mesir ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Disitulah beliau bertemu dan belajar pada Syekh Chalid di Babussalam Masjidil Haram Makkah, dengan waktu yang singkat, karena keilmuan Syekh Abdurrasyid dirasa cukup dan mumpuni.

Nama mereka berdua diabadikan pada salah satu pondok pesantren terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia "Rasyidiyah Khalidiyah" Amuntai Kalimantan Selatan, disingkat "Rakha" yang berarti "himung".

Di antara kalam Syekh Chalid: “Setiap zaman selalu ada saja manusia pemakan bangkai saudaranya sendiri”. Kalam ini merupakan refleksi dari ayat Alquran yang menerangkan tentang larangan menggunjing seorang muslim.

Syekh Chalid berpulang ke rahmatullah pada usia 120 tahun, dengan meninggalkan beberapa karya tulis, antara lain: Risalah Tafakkur, Tauhid, Berhilah, dan tentang tata cara manasik haji. Disholatkan ribuan jamaah, diimami oleh ulama besar pada saat itu, salah satunya adalah Syekh Abdurrasyid.

Ketika menggali kubur, para tukang kubur mendengar suara dzikir dan tahlil di liang lahat, padahal saat itu tidak ada orang selain penggali kubur. Suara ini diyakini suara malaikat. Pada saat yang bersamaan, sebelum Syekh Chalid dimakamkan, masyarakat Amuntai melihat cahaya terang di kediaman Syekh Chalid.

Salah seorang yang dianugerahi Allah kasyf setelah mendapat lailatul qadar menuturkan bahwa jasad Syekh Chalid masih utuh kendati sudah dikubur hampir seratus tahun. Ini karomah yang Allah tampakkan pada sosok Syekh Chalid.

Anak beliau, Tuan Guru KH. Hamdan Chalid, Lc dikenal sebagai ulama kharismatik di Kota Amuntai; pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Agama Amuntai pada tahun 1986-1997, dan Ketua MUI Hulu Sungai Utara.

Sekarang sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Fatwa MUI Kab. Hulu Sungai Utara, Pengasuh Majelis Ta’lim Al-Ma’arif Antasari, Khalidiyah Tangga Ulin, dan Masjid Raya At-Taqwa, juga sebagai Rais Syuriah PBNU. Salah satu karya KH. Hamdan Chalid adalah tentang sampainya pahala kepada orang yang telah meninggal".

3. KH. DR. IDHAM CHALID

Beliau dilahirkan dari keluarga sederhana di sebuah desa terpencil, Satui, Kalimantan Selatan. Kemudian ikut hijrah bersama keluarganya ke Amuntai Kalimantan Selatan, pada usia 7 tahun.

Ayahnya bernama KH. Muhammad Chalid pernah berguru dengan Syekh Muhammad Chalid Tangga Ulin (senama beda orang). Begitu juga KH. Idham Chalid, guru pertamanya di Amuntai adalah Syekh Muhammad Chalid.

Kubur orang tua KH. Idham Chalid juga mempunyai keistimewaan, yaitu bercahaya terang selama 6 bulan. Fenomena ini disaksikan ratusan warga dan diliput beberapa surat kabar pada saat itu. Semasa hidupnya, ayah beliau dikenal sebagai ulama, guru agama, pawang buaya, tabib, pengamal thariqat, pedagang dan lainnya.

KH. Dr. Idham Chalid bin KH. Muhammad Chalid (1922-2010) seorang ulama kharismatik, Ketua Umum PBNU (1956-1984), Mudir ‘Aam Jam’iyah Ahl ath-Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah, Pengasuh Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai, Ponpes Darul Qur'an Cisarua Bogor, dan Ponpes Darul Ma’arif Cipete Jakarta Selatan.

Dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar Mesir pada Sabtu, 2 Maret 1957, dan dinobatkan Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 November 2011. Beliau dikenal sebagai “tokoh tiga zaman”, yaitu zaman Kemerdekaan, Orde Lama, dan Orde Baru.

Pernah menjabat sebagai Dewan Daerah Banjar (1947), anggota Parlemen RIS 1949-1950, Wakil Perdana Menteri II dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957) dan Kabinet Djuanda (1957-1959), Menteri Ex Officio dalam Kabiner Karya (1959-1962), Menko Kesra dalam Kabinet Dwikora (1963-1965), Menteri Kesra dalam Kabinet Ampera (1967-1970), Wakil Ketua II MPRS (1966-1970), Menteri Sosial Ad Intren (1970-1971), Menteri Negara Koordinator Kesra dalam Kabinet Pembangunan I (1971-1977), Ketua DPR/MPR RI (1971-1977), Ketua DPA RI (1978-1983), dan sebagai anggota Dewan Pertimbangan MUI.

Beliau pernah menjadi pimpinan pada 3 partai yang berbeda, PPP, Partai NU, dan Masyumi. Dan pada tahun 1973 beliau mendirikan Partai Persatuan Pembangunan, refresentasi beberapa partai Islam di Indonesia saat itu.

KH. Dr. Idham Chalid tidak saja dikenal sebagai tokoh dan pahlawan nasional, tapi juga seorang ulama dan cendekiawan Muslim bertaraf internasional. Beliau bisa berbicara dengan 10 bahasa, 6 bahasa asing dan 4 bahasa lokal (Arab, Inggris, Jepang, Jerman, Belanda, Prancis, Indonesia, Banjar, Jawa dan Sunda). Adapun kiprah beliau di dunia internasional, antara lain:

1) pernah memegang Pimpinan Organisasi Islam Internasional, yaitu Presiden pertama Organisasi Islam Asia Afrika (1964);

2) Ketua Pimpinan Nasional Missi Islam;

3) menerima anugerah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar Mesir;

4) menjalankan misi diplomatik ke Arab Saudi, menyampaikan ucapan terima kasih kepada negara-negara Arab, khususnya Mesir dan Arab Saudi dalam at-Tadlomun fi al-Islam, solidaritas Islam, ukhuwwah Islamiyyah selama perjuangan melawan penjajahan;

5) perintis awal perjalanan haji lewat jalur pemerintah Indonesia, hasil diplomasinya membuat Raja Abdul Aziz membebaskan biaya haji 100%;

6) Ulama dan umara yang bergelar “al-Alim al-Kabir min Janub Syarq Asia” atau Ulama Besar Asia Tenggara. Hal ini diberikan oleh beberapa ulama negeri 1001 malam saat beliau berkunjung ke makam Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Saat itu ulama baghdad meminta beliau meriwayatkan 3 buah hadis yang sanadnya bersambung ke Rasulullah. Maka KH. Idham menyampaikan 3 buah hadis musalsal. Setelah itu beliau diberi oleh-oleh berupa kelambu makam Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

7) Beliau merupakan orang yang berperan dalam penggantian kelambu makam Rasulullah pada tahun 1971. Hal ini karena permintaan beliau kepada Raja Faisal bin Abdul Aziz yang menawarkan satu permintaan pada Kiai Idham, saat berkunjung ke Indonesia pada tahun 1970. Biasanya, kelambu makam diganti setiap 100 tahun sekali. Tapi ini baru berusia 75 tahun.

Itulah sebagian prestasi KH. Idham, masih ada banyak kiprah beliau di tingkat internasional dan asean, terlebih di tingkat nasional, baik dalam bidang keagamaan, pendidikan, sosial dan lainnya.

Meninggalnya beliau pada 2010 lalu, meninggalkan 16 orang anak dan 40 cucu; juga meninggalkan sekurang-kurangnya 20 karya tulis di berbagai disiplin keilmuan. Meninggalnya beliau merupakan kehilangan besar bagi bangsa Indonesia.

4. KH. AHMAD MAKKIE, BA

Nama beliau tidak asing lagi di kalangan pejabat dan ulama Kalsel. Biasa dipanggil Pak Makkie. Prestasi KH. Ahmad Makkie sangatlah banyak, baik di bidang keagamaan, sosial, politik, kesenian dan kebudayaan, di tingkat nasional maupun internasional.

Sewaktu menjadi santri Rakha Amuntai, beliau pernah mengumandangkan azan Zuhur di Masjid Raya Amuntai, ketika kedatangan tamu dari Mesir Syekh Al-Azhar, DR Al Fahham dan Syekh Hassan Bayuni dari Kedutaan Mesir di Jakarta 1964. Pada tahun yang sama beliau ikut meramaikan perhelatan akbar sebagai qari saat pembukaan Konferensi Islam Asia Afrika.

Pak Makkie lahir di Lok Besar, 21 April 1938. Ayah beliau bernama Tuan Guru KH. Muhammad Ramli, seorang ulama di Kalsel, panggilannya Haji Walad. Kakeknya bernama Syekh Ahmad atau biasa dikenal Tuan Guru Ahmad Sungai Banar, tercatat sebagai pengajar Ilmu Fiqh dan Ilmu Tafsir di Masjidil Haram. Syekh Abdurrasyid pernah berguru pada Syekh Ahmad, demikian juga KH. Idham Chalid.

Syekh Ahmad Sungai Banar dijuluki Tuan Guru Jukung Putih, karena setiap kali hendak sholat fardhu beliau menyebrang sungai menggunakan jukung putih. Setiap kali Syekh Ahmad melewati gerombolan Belanda. Mereka semua hormat menundukkan kepala pada beliau. Datuk Pak Makkie bernama Syekh Abdul Qadir, ulama besar yang mengislamkan Rajai Kutai Kartanegara.

Dulunya Muallim Makkie hanya seorang anak yang hidup pas-pasan, pernah menjual garam dan tidur di jukung (perahu) selama 1 minggu, namun belum juga laku. Malam Jum’at di jukung, beliau melantunkan merdunya tilawah ayat suci Alquran dan didengar masyarakat banyak, barulah para nelayan mendekatinya dan jualannya ludes terjual. Besoknya menjadi Imam dan Khutbah Jum’at di sebuah Masjid di Kalimantan Timur.

KH. Ahmad Makkie, BA memulai karirnya sebagai tukang antar surat dengan sepeda gunung di Hulu Sungai. Kemudian meningkat sebagai penyiar dan lainnya. Dalam kegiatan berkesenian, ia menekuni seni drama (teater) dan seni baca Al-Qur'an. Pada tahun 1960-an ia dikenal sebagai Qari Terbaik mewakili Kalimantan Selatan pada Konferensi Islam Asia Afrika. Pendidikan terakhir beliau Sarjana Muda IAIN Antasari tahun 1968.

Diawali pada Pekan Kesenian di Amuntai tahun 1971, Ahmad Makkie mulai aktif dalam Dewan Kesenian Daerah Kalimantan Selatan. Namun setelah ia terpilih menjadi Ketua KNPI Kalimantan Selatan pada tahun 1979, perhatiannya lebih tercurah pada bidang kepemudaan dan politik sampai ia terpilih dan diangkat jadi Bupati Tapin pada tahun 1983.

Selama 10 tahun bertugas di Kabupaten Tapin, H. Ahmad Makkie terpanggil untuk menggali serta mengembangkan karya-karya seni tradisional seperti Musik Panting dan lagu-lagu daerah.

Untuk itu pada tahun 1987 ia mendapat Penghargaan dari Gubernur Kalimantan Selatan sebagai Pembina Seni, atas usul DKD Kalimantan Selatan. Lagu Hari Jadi Kabupaten Tapin yang berjudul Bastari dan lagu Delapan Sukses yang dimainkan dengan Musik Panting adalah merupakan ciptaan H. Ahmad Makkie yang sampai sekarang masih dikumandangkan pada setiap Peringatan Hari Jadi Kabupaten Tapin.

Dalam Musyawarah Seniman III tahun 1998 ia terpilih kembali sebagai Ketua Dewan Kesenian Daerah Kalimantan Selatan untuk kedua kalinya. Di samping itu ia masih menyandang setumpuk tugas di berbagai organisasi kemasyarakatan, diantaranya Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur'an, BAZIS, GUPPI, Badan Kerjasama Pondok Pesantren, Majelis Ulama Indonesia, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, dan juga Lembaga Budaya Banjar. Beliau juga pernah menjadi anggota DPD RI periode 2004-2009 dan Ketua MUI Kalsel.

Di bidang pendidikan ia aktif di berbagai yayasan, antara lain Yayasan Pondok Pesantren RAKHA Amuntai, Yayasan Mu'awanah Rantau, Yayasan Pondok Pesantren Bustanul Ma'mur, yayasan ORBID ICMI, Yayasan Khadimul Ummah, disamping sebagai Anggota Dewan Penyantun di IAIN dan UNISKA (Universitas Islam Kalimantan Syekh Muhammad Arsyad Albanjari). Di pemerintahan daerah, ia pernah menjabat Kepala Biro Humas Pemda Tingkat I Kalsel.

KH. Ahmad Makkie meninggal pada Rabu (27/1/2016) dalam usia 77 tahun di Banjarmasin, dalam posisinya sebagai Ketua Umum MUI Kalsel.

Beberapa karya tulis yang beliau tinggalkan antara lain: 1) Apa dan Siapa dari Utara, 2) Apa dan Siapa dari Bumi Murakata, 3) H. Ahmad Makkie Anak Pondok, 4) Pengembara dari Datar Alai, 5) Pengetahuan dan Pengamalan Praktis Rukun Islam, 6) Ulama Kalimantan Selatan dari Masa ke Masa (2 jilid), 7) Pantun dan Pribahasa Bahasa Banjar, dan buku-buku lainnya.

5. DR. KH. MUHAMMAD SABERAN AFFANDI, MA.

Beliau merupakan salah seorang ulama hadis nusantara, kakak ipar dari Syekh Nuruddin Marbu al-Makki al-Banjari. Silsilah keluarga beliau, kebanyakan urang ‘alim (berpengatahuan luas dalam agama). Beliau hafal Alquran sejak nyantri di Pesantren Rasidiyah Khalidiyah Amunta Kalsel.

Lulus dari Madrasah Aliyah Rakha, beliau melanjutkan ke Universitas al-Azhar Mesir dan kemudian ke Ummul Qura’ Makkah. Keluarga beliau banyak yang hafal Alquran dan lulusan Timur Tengah. Semua dari anak beliau ini, juga ikut melanjutkan jejak pendidikan di Universitas Al-Azhar Cairo Mesir.

Gelar Doktor beliau raih di Ummul Qura University Mekkah, sekaligus sebagai Doktor Hadis pertama dari Asia Tenggara. Di zaman Presiden Soeharto, beliau ikut terlibat dalam penyusunan KHI (Kompilasi Hukum Islam). Presiden SBY pernah menawari beliau tingga di Istana, namun beliau tidak berkenan dan memilih mengabdi di Pesantren Rakha Amuntai.

Syekh Rabi Hadi al-Madkholi teman seangkatan beliau. Syekh Musthafa Azami, seorang ahli hadis ternama yang menyanggah pernyataan Joseph Schact, adalah teman baik beliau. Ketika Abu Hurairah dikritik oleh orientalis sebagai perawi hadis terbanyak, beliau membela Abu Hurairah dengan argumen yang sangat logis dan riwayat-riwayat mutawatir.

Kalau kita silaturahmi ke rumah beliau, maka akan terlihat betapa banyak koleksi kitab-kitab hadis yang beliau miliki. Semua itu habis beliau baca, bahkan beliau bisa hafal puluhan ribu hadis beserta sanadnya. Keilmuan beliau dalam bidang agamanya tentunya tidak diragukan lagi. Disertasi beliau berjudul: “Marwiyyat ash-Shahabi al-Jalil Abi Sa’id al-Khudri fi Musnad al-Imam Ahmad”.

Beliau orang yang tawadhu. Setiap berdoa seringkali menangis. Sangat meresapi akan doa dan ayat atau hadis yang beliau baca.

Selain sebagai da’i atau penceramah, beliau sibuk sebagai Ketua STIQ (Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an), Pengasuh pesantren Tahfidz Al-Qur’an “Ummul Qura”, dan sebagai tenaga di Pondok Pesantrean Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai, Dosen terbang di Ma’had Aly Az-Zein Bogor, Ma’had Yasin Banjarbaru dan lainnya.

6. KH. HUSIN NAPARIN, LC, MA.

Menurut Tabloid Urbana, beliau merupakan salah seorang ulama paling berpengaruh di Kalimantan Selatan. Beliau berdakwah baik bil hal, lisan, maupun tulisan. lahir di Paringin, Balangan, Kalimantan Selatan, 10 November 1947.

Beliau merupakan tokoh yang sukses menggencarkan ESQ, dengan program “Pencerahan Jiwa”, ceramah agama menggunakan audio visual dalam rangka pemantapan pengenalan kepada Allah SWT.

Program ini sudah tampil ratusan kali di tanah air.  Ribuan bahkan puluhan ribu peserta yang hadir akan dibuat berderai air mata. Pembawaan beliau dalam program tersebut sungguh memukau. Suara khas, merdu dan intonasi dalam ceramah membuat pendengar hanyut ke alam yang beliau bawa. Wajar saja, beliau pernah menjuarai tilawah dan puisi di Mesir.

Dakwah beliau mendapat perhatian khusus dari masyarakat, begitu juga dengan buku-buku yang beliau tulis sejak menjadi mahasiswa. Beliau dianugerahi penghargaan Asean Development Golden Award 2002.

Muallim Husin lahir di Kalahiang Paringin Balangan Kalsel, 10 November 1947. Pendidikan SDN Kalahiang (1959), PGA Al-Hasaniah, Paringin (1962), Normal Islam Putera “Rakha” Amuntai Kalsel (1962-1966), Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari (BA, 1969), Fakultas Ushuluddin Al-Azhar University Kairo (Lc, 1976), Islamic Studies Punjab University Lahore Pakistan (MA, 1984), dan Islamic University Islamabad Pakistan (MA, 1987).

Beliau mengajar di Normal Islam Amuntai (1975-1976), Dosen Pascasarjana, Fakultas Dakwah, Ushuluddin dan Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin, Ketua dan Dosen STAI Al-Jami’ Banjarmasin.

Ketua Umum MUI Kalimantan Selatan, Ketua Umum Dewan Pengurus Yayasan Ponpes Rakha Amuntai, Dewan Pakar ICMI Kalsel, Menjadi pegawai Muslim Haji (1975-1978), local staff KBRI Jeddah (1978-1983), Pimpinan Pesantren “Hunafaa” (sejak 1985), Ketua Umum Badan Pengelola Masjid Raya Sabilal Muhtadin (1999-2004), Ketua Dewan Masjid Indonesia Kalsel (1999-2004), Ketua MUI Kota Banjarmasin (1992-2002), Dewan Hakim MTQ dan LPTQ Kalsel, Ketua III Tanfidziyah NU Kalsel (1990-1995), Ketua Umum Badan Pengurus Masjid Jami Banjarmasin Kalsel, Ketua Forum Umat Islam Kalimantan Selatan (2007-2010), Majelis Pertimbangan Partai Bulan Bintang Kalsel, Ketua Umum Lembaga Dakwah Islam “Al-Husna” Banjarmasin, dan Anggota Dewan Pengawas Syari’ah Unit Syari’ah Bank BPD Kalsel.

Beliau juga pengasuh ruang konsultasi Hidup dan Kehidupan RRI Banjarmasin (1993-2004), Konsultasi agama Radio Dakwah Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin (1999-2004), ruang tanya jawab agama Islam Kalimantan Post dan Serambi Ummah, Kolumnis Rubrik “Fikrah” Banjarmasin Post, Konsultan Tabloid Serambi Ummah Banjarmasin, Alumni Training ESQ Eksekutif angkatan ke-22 di Jakarta (2003). Itu sekilas tentang sosok KH. Husin Naparin, Lc, MA.

Di antara karya tulis beliau: Bunga Rampai dari Timur Tengah, I dan II (Bina Ilmu, Surabaya, 1989 dan Kalam Mulia, Jakarta 1997), Muhammad Rasulullah, Banjarmasin Post 1992 dan Kalam Mulia, Jakarta 1994), Aktualisasi Fungsi Masjid Dalam Bidang Pendidikan (Kanwil Depag Tk. I Kalsel, 1990), Tata Cara Berdoa (Pustaka Nusantara, Surabaya, 1992), dan Bina Ilmu, Surabaya 1997, Istighfar dan Taubat (TB. Murni Banjarmasin, 1995 dan Bina Ilmu Surabaya, 1997, El Kahfi Jakarta 2005), Tuntutan Pratis Bersama Nabi SAW (Grafika Wangi Kalimantan, Banjarmasin 2006), Fikrah jilid 1-4 (El-Kahfi Jakarta 2005), Petunjuk Praktis Sholat Tahajud (Grafika Wangi, 2007), Pedoman Khutbah, dll.

7. USTADZ ZAINAL HAKIM, LC

Alumnus Rakha yang satu ini kini sibuk sebagai pengelola pondok pesantren tahfiz Alqur’an Umar bin Khattab di Banjarmasin. Aktif sebagai penceramah di beberapa tempat di Kalsel.

Sewaktu di bangku Madrasah Aliyah, beliau pernah menjuarai Musabaqah Hifzhil Qur’an 30 juz Tingkat Internasional di Saudi Arabia pada tahun 1995.

8. USTADZ AHMAD BUGDADI

Ustadz H. Ahmad Bugdadi pernah menjuarai musabaqah Tingkat Internasional. Beliau mendapatkan juara bidang Tilawah Alqur’an pada tahun 2004 di Libya. Penghargaan dan ucapan selamat langsung beliau terima dari Presiden Libya Moammar Khadafi.

Beliau lulus MTs Rakha tahun 1991, MA Rakha tahun 1994, STAI Rakha tahun 2001, kuliah di STIQ selama 6 semester, 2001-2003, lanju t mengajar. Dan kini aktif mengabdi di Kementerian Agama RI, kesibukannya lainnya adalah mengajar generasi muda dalam seni tarik suara melantunkan ayat suci Alquran.

Sering beliau diundang mengaji tilawah pada acara-acara besar di Banua dan di Indonesia, beberapa kali tampil di hadapan para menteri.

9. USTADZ SYAMSUL FAJRI, LC, DPL

Ustadz Syamsul Fajri hafal Qur’an 30 juz, usianya saat itu 18 tahun, ia hafizh sejak usia16 tahun. Kakak kandungnya Rusnah dan kakak iparnya Muhammad Syafi’i juga hafal Qur’an 30 juz.

Prestasinya tidak ditanya lagi, rankingnya tidak keluar dari peringkat pertama atau kedua, juara 1 khutbah, tartil, lancar bahasa arab dan inggris, juga berprestasinya di bidang minat bakat dan akademik lainnya.

Pasca lulus Aliyah th 2006, ia melanjutkan studinya di Al-Azhar Cairo Mesir. Saat tes hafalan Qur’an, nilainya nomer 1 se-Indonesia dari ribuan peserta yang mengikuti tes, malah pengujinya yang kualahan.

Ustadz Syamsul menjadi Imam di salah satu masjid di Mesir, orang Arab pun banyak yang terkagum-kagum dengan dirinya, karena hafalan dan suaranya yang merdu. Tidak hanya di Mesir, ia juga menjadi Imam di Australia.

Di samping mendapat beasiswa studi di Al-Azhar, Syamsul juga mendapat beasiswa dari Bait az-Zakat al-Kuwaity, sebuah lembaga kuwait yang ada di Mesir. Umroh Mekkah dan Madinah ia peroleh saat memenangkan Musabaqah Hifzhil Qur’an 30 Juz Tingkat Internasional pada Ramadhan 2014 M/1434 H lalu, yang diadakan oleh Kementerian Wakaf Mesir.Saat ini berstatus sebagai mahasiswa S2 Al-Azhar dan American open University Mesir.

Itulah sebagian prestasi Pesantren Rakha di tingkat internasional. Prestasi di tingkat nasional sangatlah banyak. Tulisan ini dipublish dalam rangka tahaddus bin ni’mah dan sebagai motivasi bagi santri/wati dan alumni Rakha.

Semoga bermanfaat dan mampu dijadikan teladan dalam meraih mimpi, meraih kebahagiaan dan keberkahan hidup, sukses dunia dan akhirat. Waffaqanallahu wa iyyakum. Ma’an najah. Amin ya Rabbal Alamin.

Wassalam...

Oleh : Nur Hidayatullah
Pengurus Pusat GP Ansor Bidang Dakwah dan Pengembangan Pondok Pesantren.


Blog, Updated at: 06.14

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.